Korupsi bukanlah hal nista di Indonesia. Tak
percaya? Coba bandingkan ketiga kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) berikut; terorisme, narkoba, korupsi. Yang
pertama dihukum mati, yang kedua diberi grasi, dan yang ketiga diberi jabatan.
Andai aku jadi Ketua KPK, aku ingin memulai dari hal sederhana. Karena
korupsi ini ibarat penyakit, mencegah tentu lebih baik dari mengobati. Aku ingin
mencekoki masyarakat dengan “budaya malu korupsi”. Caranya, dengan menandai koruptor di tengah
masyarakat. Pertama, melalui kurikulum sekolah, aku ingin mewajibkan penulisan
baku “eks-koruptor” sebagai gelar bagi pelaku korupsi di belakang nama mereka
sesuai tata Bahasa Indonesia, misalnya Dr Fulan MM Eks-koruptor.
Kedua, setiap KTP, SIM, Kartu Keluarga dan surat-surat lainnya juga wajib mencantumkan
keterangan “Korupsi: pernah/tidak”. Agar tidak dimanipulasi, kita memanfaatkan
nomor identitas penduduk tunggal (ID) yang dipakai untuk e-KTP. Jika ada
koruptor yang dihukum, warna nomor ID nya diubah oleh Depkumham melalui kecamatan,
misalnya warnanya merah atau ditambahkan “KOR” dibelakang nomor ID, yang
artinya eks-koruptor. Database kependudukan juga diubah, menjadi “Korupsi:
Pernah”. Jadi tidak mungkin, misalnya warna ID di KTP merah berakhiran KOR, tetapi
tertulis “Korupsi: Tidak”, pasti dimanipulasi. Kedengarannya kejam ya? Mungkin
saja, tetapi rasanya tidak lebih kejam dibanding merampas masa depan anak-anak
miskin karena tak bisa sekolah.
Ketiga, calon pejabat dan birokrat wajib
menandatangani dan mengucap sumpah dengan kalimat yang maknanya lugas tanpa
tafsir, “Saya bersumpah demi Allah swt yang memiliki langit dan bumi, demi
Allah swt Yang Maha Melihat dan Mendengar, jika kelak saya korupsi, maka semoga
Allah swt menimpakan azab yang pedih kepada saya dan keluarga hingga akhir
hidup saya.” Nah, berani coba-coba?